Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka
janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya.
(QS. An-Nahl: 1)
Yang Dirindukan Bab 5
By Chusnianti
Hari berganti hari, bulan
berganti bulan, tahun pun telah berganti. Kini tanpa mereka sadari, Jodha, Jalal
dan Irul telah menyelesaikan studi mereka di Perguruan Tinggi dengan hasil yang
memuaskan.
Banyak perubahan dari mereka.
Mereka semakin dewasa seiring usia dan ilmu yang mereka peroleh. Jalal pun juga
sudah mulai berubah, baik sikap maupun penampilannya. Ilmu agama yang
diperolehnya diamalnya dengan sebaik-baiknya.
Mereka semua kini sudah kembali
ke kampung halaman masing-masing bersama keluarga masing-masing. Jodha kembali
ke kota kelahirannya, Jogja. Jalal kembali ke Semarang. Sementara Irul kembali
ke Surakarta. Tempat dimana dia bertemu dengan Jodha pertama kali saat SMP,
karena Jodha pindah ke pesantren sejak dia SMP. Kemudian setelah lulus SMP,
Jodha memutuskan untuk ngekos sambil berlatih untuk mandiri.
~o0o~
Terdengar pintu kamar Jodha diketuk.
“Jo... boleh Ibu masuk?”
“Masuk saja, Bu... Pintunya tidak
saya kunci.”
Setelah Ibunya Jodha, Bu Meena
membuka pintu, dia melihat putrinya sedang menguraikan rambutnya dan hendak
mengambil kerudung gantinya.
Bu Meena mengamati putri
sulungnya yang kini sudah beranjak dewasa. Tak terasa sudah 22 tahun ia bersama
dengan putrinya di dunia ini. Ia seakan tersentak oleh kenyataan bahwa dia
tidak selamanya bisa bersama dengan putra putrinya.
“Jo... sini duduk dulu. Ibu mau
bicara,” ucap Bu Meena sambil menepuk sisi kasur yang didudukinya.
Jodha pun melangkah menghampiri
Ibunya dan duduk di sebelah Bu Meena.
Bu Meena memandang Jodha dengan
sayang. Kemudian dia berkata, “Jo... kamu sudah dewasa dan usiamu sudah tidak
muda lagi.”
Bu Meena memberikan jeda sejenak.
Jodha sudah sadar akan kearah mana
pembicaraan ini selanjutnya. Dan dia akan menerimanya dengan lapang dada apapun
hasil dari pemberiannya dengan Ibunya ini.
“Begini... sebelumnya Ibu mau
tanya. Apakah kamu sudah punya calon, Nak?”
“Semua manusia yang belum menikah
pasti sudah punya calon, Bu,” canda Jodha. “Tapi untuk saat ini, sepertinya
Allah belum berkenan mempertemukan saya dengan calon imam saya,” lanjut Jodha.
“Em... seandainya, ada seorang
muslim yang ingin mengkhitbahmu, apakah kamu keberatan?” tanya Bu Meena.
“Saya ikut dengan keputusan Ibu
dan Bapak saja. Insha Allah, ridho orang tua disertai dengan ridho Allah. Dan
saya yakin, Bapak dan Ibu akan memilihkan yang terbaik untuk saya. Saya tahu,
sebenarnya kalian sudah ada calonnya, kan? Hehehe.”
Bu Meena tersenyum mendengarkan
jawaban putrinya. Ia sangat mengenal putrinya ini. Dia akan selalu melakukan
apapun yang diminta orang tuanya selagi keinginan mereka tidak menentang aturan
agama.
“Apakah kamu tidak ingin bertemu
dulu dengan orangnya dulu, Nak sebelum menjawabnya?”
“Dengan atau tidak bertemu pun,
Insha Allah jawaban saya masih sama. Saya ikut keputusan Bapak dan Ibu.”
“Baiklah... Insha Allah lusa
mereka akan kesini. Kalau kamu ada acara, usahakan ba’da Ashar urusanmu sudah
selesai.”
“Kebetulan lusa saya tidak acara
lain selain mengajar, Bu. Jadi selesai mengajar bisa langsung pulang.”
Ya... Jodha setelah menyelesaikan
skripsinya, sambil menunggu sidang dan wisuda, dia sudah mendapatkan tempat
magang untuk menyalurkan ilmu yang didapatnya selama ini. Dan tempatnya magang
adalah di Sekolah Menengah Pertama sekaligus Sekolah Menengah Atas.
“Baiklah kalau begitu... Ibu akan
menemui Bapak dulu. Kamu istirahatlah, pasti capek baru pulang mengajar. Jazaa
killaahu khoiro.” Bu Meena memang sudah membiasakan kepada anak-anaknya bahwa
ucapan syukur itu tidak hanya dilakukan yang muda kepada yang lebih tua, tapi
yang lebih tua pun mempunyai kewajiban yang sama.
“Aamiiin. Alhamdulillaahi jazaa
killaahu khoiro.”
“Aamiiin.” Dan Bu Meena pun
beranjak dari duduknya. Jodha mengikutinya untuk menutup pintu kamar.
Setelah pintu tertutup, Jodha
bersandar pada pintu kamarnya sambil menyentuh dadanya. “Ya Allah... inikah
jawaban atas doa-doaku selama ini. Semoga ikhwan yang akan meminangku adalah laki-laki
yang Sholih, alim dan faqih. Dan berikan keberkahan pada hidupku ini. Aamiiin.”
~o0o~
Di sepertiga malam yang akhir,
Jalal sedang bersujud kepada Sang Khalik. Ia angkat kedua tangannya, memohon
ampunan. Air matanya tak henti mengalir mengingat kesalahan dan dosa-dosanya
selama ini. Ia yang lalai menunaikan kewajibannya untuk beribadah dan lebih
mementingkan duniawi.
“Ya Allah... hamba mohon ampuni dosa-dosa hamba, Ya
Allah...
Sering hamba melakukan kesalahan yang sama, dosa-dosa
hamba begitu banyak...
Air mata hamba tidak akan sanggup menebus apa yang hamba
lakukan selama ini...
Bimbing hamba, Ya Allah...
Bimbinglah hamba untuk kembali ke Jalan yang Kau
ridhoi...
Terima kasih atas Rahmat dan Hidayah-Mu...
Melalui sahabat hamba, Kau menunjukkan kebenaran dan
Jalan lurus-Mu...
Ya Allah... teguhkanlah hati hamba untuk selalu teguh
pada tali keimanan ini...
Ya Rabb... bantulah hamba untuk menyempurnakan agama
hamba...
Tunjukkanlah bahwa pilihan hamba kali ini tepat...
Jadikan gadis ini jodoh hamba, bidadari surga hamba....
Ya Rohman... hanya kepada-Mu lah hamba memohon
pertolongan...
Hanya engkaulah yang mampu menjadikan mungkin apa yang
tidak mungkin dilakukan makhluk...
Ya Rochim.... berikanlah kelapangan pada hati hamba jika
ternyata semua tidak berjalan dengan apa yang hamba harapkan...
Dan gantilah kesedihan hamba nantinya dengan keberkahan
yang luar biasa....
Robbana atina fiddunya chasanah... wafil akhiroti
chasanah... waqina adzabannar... Allahumma solli ala muhammad... wa’ala ali
muhammad...
Walchamdulillaahirobbil ‘alamin....”
~o0o~
Di tempat lain, Jodha juga sedang
bermunajat kepada Rabb-nya... Memohon ampun atas segala dosa dan memohon diberi
petunjuk dan kebenaran.
“Ya Malik.... Engkau adalah Raja dari segala raja....
Tiada apapun yang mampu menandingi-Mu... Tiada apapun yang terjadi tanpa
kehendak dari-Mu... Kaulah yang berkuasa di dunia yang fana ini dan berkuasa di
akhirat yang abadi...
Ya Rochim... Sayangilah selalu orang tua hamba yang
selama ini dengan sabar dan kasih sayangnya telah membesarkan hamba. Dan
setelah pernikahan yang akan hamba laksanakan, maka yang wajib hamba taati
terlebih dahulu adalah suami hamba. Semoga Rahmat dan Ridho-Mu selalu menyertai
kami....
Ya Allah... Jika ini adalah jalan-Mu untuk menyempurnakan
agamaku, maka mudahkanlah...
Ya Rahman... Berikan keberkahan pada keluarga yang akan
hamba bina kelak...
Ya Salaam... Berikanlah keselamatan pada kami di dunia
dan akhirat...
Ya Ghofur... Ampunilah dosa dan kesalahan hamba, dosa dan
kesalahan orang tua hamba, dan dosa serta kesalahan saudara-saudara hamba...
Hanya kepada-Mu lah hamba memohon ampun dan meminta
pertolongan...
Robbana atina fiddunya chasanah... wafil akhiroti
chasanah... waqina adzabannar... Allahumma solli ala muhammad... wa’ala ali
muhammad...
Walchamdulillaahirobbil ‘alamin....”
~o0o
Di tempat lain, Irul juga sedang
bergelung dengan Kekasih abadinya... Memohon ampun atas segala dosa dan memohon
diberi petunjuk dan kebenaran. Memohon keteguhan atas apa yang akan dihadapi
nantinya.... Memohon keberkahan dengan apapun yang dipilihkan oleh orang
tuanya, itu nantinya yang akan menyempurnakan hidup dan agamanya... Semua
semata-mata hanya untuk Allah... Hidup dan matinya hanya untuk Allah...
~o0o~
Dua hari berlalu... Semua orang
sibuk dengan kegiatan masing-masing... Para petani sudah berangkat ke ladang
sejak pagi... Ibu-ibu rumah tangga bergelung di dapur untuk menyiapkan sarapan
untuk keluarganya... Para pekerja bersiap-siap untuk bekerja sesuai dengan
bidang masing-masing...
Begitu pula dengan Jodha... Kini
selesai sarapan, seperti biasa dia berangkat ke sekolah untuk mengabdikan waktu
dan ilmunya untuk anak didiknya....
Sementara itu, Jalal sibuk dengan
jabatannya sebagai karyawan di sebuah perusahaan perakitan mobil ternama.
Ayahnya memang pemilik dari perusahaan tersebut, tetapi dia ingin memulai
karirnya dari bawah, maka dari itulah dia memilih bekerja menjadi karyawan
terlebih dahulu dan meminta pada ayahnya untuk menutupi jati dirinya sementara
waktu.
Dan bagaimana dengan Irul? Irul
kini sedang bergelung dengan pekerjaannya sebagai pemandu wisata. Melalui kerja
kerasnya selama ini, Irul sudah membangun rumah minimalis dengan pekarangan
yang luas untuk ditempatinya bersama bidadari dunia sekaligus bidadari
surganya. Modal sudah ia kumpulnya sejak dia duduk di bangku SMA. Dan kini dia
tinggal memetik hasil dari usahanya selama ini.
Hidup adalah pilihan, apa yang
kamu tanam, maka kelak itulah yang akan kamu dapatkan. Tidak ada suatu
kebetulan, semua itu terjadi dari niat, usaha, serta doa dan tawakal. Pada
akhirnya, Allah lah yang akan menentukan hasilnya.
Tidak semua keinginan bisa
diperolehnya. Doa itu bisa dijawab oleh Allah dengan tiga hal, yaitu: langsung
dikabulkan, ditunda, atau diganti dengan yang lebih baik.
~o0o~
Tidak terasa, waktu ashar pun
tiba... Setelah menunaikan ibadah sholat Ashar berjamaah, Jodha dan keluarga
sedang menunggu tamu yang akan hadir di dalam kediaman Bapak Samsul, Ayah
Jodha.
Bu Meena sudah menyiapkan camilan
serta makan malam untuk mereka semua. Rencananya, setelah acara khitbah dan
taaruf, mereka akan makan malam bersama di kediaman Bapak Samsul.
Jodha tampil cantik dengan busana
muslimnya, yah meskipun sebenarnya setiap harinya Jodha sudah cantik dengan
kepribadian serta tampilannya.
Kedua adik perempuan Jodha tampil
dengan busana muslimnya, sedangkan satu-satunya adik laki-lakinya (anak nomor
3) tampil dengan kemeja dan celana panjang. Bahkan adik perempuannya, si
bungsu, yang tidak biasanya memakai hijab di rumah, melihat kakak-kakaknya
tampil rapi, dia ikut-ikutan berdandan
dan memakai hijabnya.
Mereka semua masih asyik
menyaksikan acara televisi yang sedang berlangsung sambil menunggu tamu yang
dinanti-nanti. Jodha yang tampak tenang, namun dalam hati merasa gusar.
“Seperti apakah calon imamku?” Begitulah pertanyaan yang terus menerus berada
di benak Jodha.
Di tengah kebingungan dan rasa
penasaran Jodha, ada seseorang yang mengucap salam dari luar rumahnya. Pak Samsul
langsung bergegas membukakan pintu didampingin sang istri, Bu Meena. Sementara
Jodha berpindah ke kamarnya dan menunggu panggilan dari orang tuanya.
Adik-adiknya yang memiliki rasa
penasaran tingkat tinggi, langsung mengintip siapakah tamu orang tuanya. Awan sang adik laki-laki Jodha, sambil
memperhatikan, dalam hati menghitung berapa orang yang berada di ruang tamu.
Setelah tahu ada 7 orang tamu,
ditambah kedua orang tuanya, jadi ada 9 orang, Awan bergegas melangkahkan
kakinya ke dapur untuk membuatkan minuman
sambil menyeret lengan kakak perempuannya, untuk menyiapkan camilan.
“Ih... Apa sih. Ga perlu
seret-seret juga kali.” Gerutu Mini yang tidak terima dengan perlakuan adiknya.
Tapi Awan mengacuhkannya dan
lebih jalan terlebih dahulu. Rose mengikuti dibelakangnya sambil mengerucutkan
bibirnya.
~o0o~
Setelah menunggu beberapa menit
yang dirasa jadi berjam-jam, akhirnya pintu kamarnya diketuk oleh Rose, adik
perempuannya yang mengatakan ditunggu orang tua mereka di ruang tamu.
Dengan perasaan gugup dan langkah
yang sedikit gemetar, Jodha menguatkan dirinya untuk sampai dimana dia ditunggu
sejak tadi. Jodha terus melangkah sambil menundukkan pandangannya. Bahkan dia
tidak tahu siapa saja dan ada berapa orang yang ada dihadapannya.
“Nah ini dia yang ditunggu-tunggu,”
ucap Pak Samsul.
“Sini, Nak... Duduk disamping
Bapak dan Ibu,” tutur Bu Meena.
Jodha pun menuruti apa yang
diucapkan Ibunya. Masih dengan menunduk, dia duduk diantara Ibu dan Bapaknya.
“Apakah kau tidak ingin melihat
dan berkenalan dengan calon imammu, Nak?” goda Ibu Jodha.
Dengan malu-malu, Jodha
mengangkat pandangannya. Dan betapa terkejutnya ia melihat siapa yang ada
dihadapnya. Bahkan ia sampai lupa untuk menundukkan pandangannya kembali saking
terkejutnya. Orang yang ada dihadapannya adalah orang yang dikenalnya. Namun ia
tidak menyangka, bahwa calon imamnya adalah dia.
“Mas....”
Always dan selalu... Mohon kritik dan sarannya...
Terima kasih...