Written by
Bhavini Shah
Lima hari berikutnya
di Amer, Jodha dan keluarganya sibuk dan telah lupa pada semua penderitaan yang
telah dilalui putrinya selama satu tahun kemarin, Jodha terlihat seperti belum
menikah... tanpa beban... nakal... lugu... Jodha yang jahil...
Dia berlari kesana
kemari di dalam istana bak seekor kupu-kupu... dia mengganggu kakaknya dan Bhabhi
seperti anak kecil... bertengkar dengan adik-adiknya... Beberapa kali dia kabur
dari istana dan pergi menunggang kuda. Dia kalahkan semua kakaknya dalam
pertarungan pedang... Layaknya seorang gadis remaja saat dia punya kesempatan
untuk berdansa, menyanyi... Dia habiskan waktu berjam-jam berbelanja baju
pernikahannya... Kegembiraannya terlihat jelas dalam semua tingkah lakunya.. Setiap
hari dia lantunkan Bhajan Krishna ke seantero istana... Saat ini, bahkan saat
sedang memuja Krishna, dalam pikirannya, dia mengkhayalkan Jalal memainkan Raas
(tarian) bersamanya... Dalam khayalannya, gambaran Krishna makin terlihat
jelas...
Tiga hari telah
berlalu dan rakyat mulai berdatangan ke istana menghadiri perikahan kerajaan...
Kerinduannya makin meningkat hari demi hari... Jodha menjadi lebih sering
tersipu daripada sebelumnya...
Mendadak dia mulai
memperhatikan penampilannya... Dia memilih sendiri semua perhiasan yang
dikenakannya... Hampir semua perancang terbaik yang mendesain baju dan
perhiasan untuk pernikahannya... Sepanjang malam dia hanya membicarakan tentang
Jalal... Dia tidak bisa mengontrolnya... Dia lupa masa lalunya yang pahit... hanya
kenangan indah yang teringat dalam pikirannya... Sebuah pesan tiba mengabarkan
bahwa Jalal telah memasuki perbatasan Amer.... Pesan itu bagaikan musik di
telinga Jodha... Dia sedang mengenakan baju berwarna hijau dan merah...
Jalal memasuki Amer
bersama rombongannya... Lebih dari lima ribu prajurit... dan lima ribu kerabat,
teman, pejabat dan beberapa Raja... rakyat menari menyambutnya... Genderang,
musik dan nyanyian dilantunkan dengan keras membuatnya lebih meriah....
Seluruh jalan masuk
ke istana dihiasi dengan bunga... orang-orang Amer berdiri menyambut tamu dari
Mughal... Rombongan Jalal menikmati tarian dan nyanyian terlalu lama hingga
mereka tertahan di tempat lebih dari satu jam, kesabaran Jalal mulai habis...
Dia ingin segera tiba
di istana secepat mungkin, jadi dia bisa segera melihat Jodha, tapi orang-orang
sepertinya enggan berhenti menari... Mirza dan Maan Singh keduanya tertawa
melihat wajah Jalal yang frustasi dan gusar.
Mirza berkata
menggoda, “Bhaijaan, kenapa kau tidak sabar ingin bertemu Bhabhi Jaan, kami
semua ingin menari dua atau tiga jam lagi. Agar semua rakyat Amer tahu bahwa
orang Mughals juga bisa berpesta dan Shenshah telah datang untuk menjemput
pengantinnya..”
Wajah Jalal langsung
shock mendengar kata menari tiga jam lagi... Dengan tak peduli dia berteriak
pada semua orang, “Cepat jalan... Cukup menarinya, kau bisa menari selama yang
kau mau setelah kita memasuki istana...”
Man Singh... dan
Mirza, keduanya terbahak-bahak melihat Jalal yang sedang frustasi... Segera
saja Jalal menyadari bahwa mereka berdua menggodanya soal menari selama dua
jam... Dia mengernyitkan alisnya dan menatap mereka dengan marah...
Keduanya menatap
Jalal dengan wajah serius dan memasang tampang bersalah. Begitu Jalal menoleh
ke arah lain mereka mulai tertawa lagi seperti anak kecil.
Tanpa melihat mereka
Jalal tahu mereka menertawakannya.
Akhirnya mereka tiba di
pintu gerbang... wajah Jalal tertutup sehra dan dia berdiri di tengah-tengah,
di satu sisi berdiri Raja Bharmal, Mainavati dan kerabat Jodha yang lain... dan
sisi yang lain.. Hamida.. Mirza.. Bhaksi bano... Salima Begum... Rahim dan para
tamu. Lila (sahabat Jodha, lihat chapter 14) berlari menuju ruangan Jodha untuk
mengabarkan bahwa calon mempelai sudah tiba di pintu gerbang... Jodha dengan
mengenakan ghoongat di kepalanya berlari ke teras untuk melihat Jalal... Dengan
cepat dia melihat Jalal berdiri disana, namun wajahnya ditutupi cadar dari
rangkaian bunga (sehra)... Mendadak jantungnya berdegup kencang...
Dia berkata tak
sabar, “Lila, aku tidak bisa melihat wajahnya, wajahnya tertutup.”
Lila tersenyum jahil
karena kata-kata itu dan berkata menggoda, “Jadi... Kau sudah siap, Jodha?”
Keduanya tersenyum misterius, lalu Jodha mengambil sebuah batu kecil dari pot
bunga di ujung dan melemparkannya pada Jalal... Batu pertama mengenai dada
Jalal... Jalal merasakannya, tapi tidak menggubrisnya... Karena dia sedang
terganggu sekali dengan cadar di wajahnya, bahkan dia merasa sulit melihat
melalui cadar itu.
Dia berbisik dalam
hati, “Oohh Tuhan... bagaimana aku
mencari Jodha-ku diantara banyak orang seperti ini??”
Dia memanggil Mirza
mendekat dan berbisik, “Mirza... Katakan padaku jika kau menemukan bhabhi jaan
mu di mana.”
Ingin menggoda Jalal,
Mirza dengan sengaja mengeraskan suaranya, “Ammi Jaan... Kalau kau tahu dimana
bhabhi jaan, tolong beritahu bhai jaan, dia sudah tidak sabar untuk bisa
memandang Bhabhi Jaan.” Jalal menendang keras kaki Mirza.
Mirza mengaduh
kesakitan, “Ahhh”
Semua orang tertawa
keras... Jalal merasa sedikit malu. Pandit mulai membaca mantra untuk ritual...
Sekarang giliran Lila melempar batu, Lila mengukur sasaran dengan tepat dan lempar,
tapi sayangnya, batu itu mengenai kepala botak Pandit... Panditji memandang
bingung ke sekelilingnya dan kembali konsentrasi membaca mantra.... Jodha dan
Lila terkikik melihat wajah bingung Pandit... Jodha mengambil batu lain dan
ingin melempar tepat di wajahnya dan ternyata tepat mengenai hidungnya, tapi
kali ini Jalal memperhatikan arah datangnya batu itu... Dengan cepat, dia
menyibakkan cadar di wajahnya ke atas kepala... Melihat ke atas... dia melihat
di teras, ada Lila, yang tertawa senang, dan melihat wanita di sebelahnya yang
tertutup ghoongat seluruh wajahnya.... Dia menyeringai pada Lila. Jodha bisa
melihat melalui penutup kepalanya, meski kurang jelas... Tidak butuh waktu lama
bagi Jalal untuk mengenali Jodha... Jodha mengangkat ghoongat-nya hingga
matanya bisa melihat Jalal... Akhirnya saat yang mereka nantikan tiba,
penantian mereka berakhir. Akhirnya, mata mereka beradu.... Keduanya saling
memandang tanpa berkedip... wajah Jalal merona setelah dia bisa melihat
Jodha... Jodha tersenyum, air mata turun di pipinya... Dia berlari masuk ke
ruangannya... Dia merasa sangat bahagia... seluruh tubuhnya bergetar,
jantungnya berdetak cepat.
Lila mengejar Jodha
dan bertanya, “Jodha, kenapa kau masuk ke kamarmu? Sekarang saatnya menyambut
Shenshah.”
Jodha bertanya,
“Lila... Kau melihatnya kan, bagaimana wajah Jalal saat dia tersipu??” Jodha
membetulkan ghoongat-nya... turun ke hall utama dimana para wanita sedang
berkumpul..
Jalal masuk melewati
pintu utama Divan... Mainavati melakukan arti dan dengan lembut menarik hidung
Jalal sebagai bagian dari adat... Jalal tersipu, lalu membungkuk untuk meminta
restu... Maina ingat saat Jalal pertama kali datang kesana... sikapnya dulu dan
sikap Jalal kini yang telah berubah... Airmata keluar dari matanya...
Dia bertanya bercanda,
“Apa ada tradisi dimana mempelai pria menarik telinga mempelai wanita??”
Mainavati membalas
candaannya, “Ya Jamaisa, kami punya tradisi seperti itu, tapi mempelai wanitanya yang menarik
telinga mempelai pria, jadi suami akan selalu mendengarkan istrinya setiap
waktu...” Semua orang tertawa...
Hamida dan Mainavati
saling berpelukan dan menyapa satu sama lain dengan penuh hormat.... Mata semua
orang mencari Jodha... Jalal kembali melangkah, tapi pelayan sudah lebih dulu
melempari Jalal dengan bunga... Seketika semua wanita berhenti menyanyikan lagu
pernikahan dan ruangan utama itu mendadak senyap selama beberapa detik... Dan
Jodha mulai melantunkan lagu dengan suaranya yang merdu...
Hm hm hm, mm mm
Musim semi, diguyur oleh bunga, kekasihku telah datang
Kekasihku telah datang
Angin melantunkan nada-nada, kekasihku telah datang
Kekasihku ada disini
Pandangan Jalal
mencarinya... Suaranya yang berat membuat semua orang tersenyum dan wajah Jalal
merona...
Memiliki merahnya bunga ada di henna di tanganku
Turunlah awan dan letakkan kohl di matanya yang indah
Bintang-bintang, isilah belahan rambutku, kekasihku telah datang
Kekasihku telah datang
Musim semi, diguyur oleh bunga, kekasihku telah datang
Kekasihku telah datang
Penglihatan, dimana-mana sekarang makin bercahaya
Hatiku penuh sayangku, dia mungkin akan menjauh karena malu
Tenangkan hatiku sedikit, kekasihku telah datang
Kekasihku telah datang
Wajah Jalal mulai
merona karena Jodha menyembunyikan dirinya diantara banyak wanita... Wajahnya
memerah... dia merasa canggung dan malu... Melihat cara Jodha menyanyikan lagu
mesra untuknya...
Kelopak bunga menghiasi ranjang dengan kehangatan
Dia tahu suatu saat hembusan dingin cinta akan datang dengan
cara seperti ini.
Di sekelilingnya penuh dengan warna, kekasihku telah tiba
Kekasihku ada disini
Angin menghembuskan nada-nada, kekasihku telah tiba
Kekasih hatiku telah tiba
Musim semi, guyuran bunga, cintaku telah tiba
Cintaku telah tiba
Habis sudah kesabaran
Jalal...Dia berjalan menyeruak di antara para wanita yang sedang bermain musik,
dia tarik Jodha keluar dari kerumunan.. Dia masih mengenakan ghoongat, dengan
tersenyum dia berkata, “Yaa Jodha Begum... Sekarang nyanyikan lagu itu di depan
semua orang..” Genggamannya tidak terlalu kencang... Mudah saja Jodha
melepaskan dirinya dan kabur dari tempat itu...
Mirza berteriak
kencang, “Tunggu Bhabhi Jaan.. setidaknya biarkan Bhai Jaan ku melihatmu
sebentar..” semua orang mulai tertawa... Jalal cemberut menatap Mirza.
Dadisa menggodanya,
“Jangan khawatir Mirza...Ritual selanjutnya adalah Muh dikhai..” Jalal berjalan
mendekati Dadisa dan membungkuk untuk meminta restu... Dadisa mencium kening
Jalal dan mendoakan umur panjang dan kebahagiaan hidupnya.
Dadisa memanggil
Sukanya dan memerintahkan padanya mengantar Jamaisa ke ruangan Jodha sepuluh
menit lagi untuk Muh dikhai...
Di
ruangan Jodha:
Dadisa masuk ke
ruangan Jodha membawa kotak manisan dan meminta Jodha, sesuai tradisi, mereka
berdua harus saling menyuapkan manisan itu setelah muh dikhai, dia memberikan
restunya... dan meninggalkan ruangan..
Lila dengan wajah
ketakutan berkata, “Jodha aku takut... Bagaimana seandainya dia memelukku tanpa
membuka cadarku??”
Jodha tersenyum
menenangkan, “Ohh Lila... jangan takut... Itu tidak akan terjadi, lagi pula,
dia sedang marah padaku hingga dia takkan coba menyentuh, lupakan soal memeluk
dan mencintai... Kau hanya perlu, menutup wajahmu dengan cadar dan duduk tenang
dan aku disana di balkon kamarku mengawasimu sepanjang waktu...”
Lila duduk di ranjang
dengan gugup, mengenakan ghoongat panjang dan Jodha ada di luar bersembunyi di
balkon menunggu Jalal.
Sukanya dan Jalal,
keduanya mengobrol santai sambil berjalan menuju ruangan Jodha. Sukanya
bercanda, “Kakak iparku tersayang.. sekarang penantianmu telah berakhir, kau
bisa masuk dan melihat sekilas pengantinmu..” dia tersenyum tipis dan pergi...
Menarik napas panjang
Jalal masuk ke ruangan Jodha... dia melihat Jodha sedang duduk di atas tempat
tidur tertutup ghoongat panjangnya, tapi dia langsung bisa mengenali gadis itu
bukan Jodha... Dia berkata pada dirinya sendiri, “Sepertinya Jodha telah
mengganti busananya, tapi mana mungkin??? Dia tidak mungkin berganti pakaian
secepat itu... Lagipula, seingatku, Lila mengenakan pakaian yang sama... Ditambah
lagi tubuh gadis di balik cadar itu berbeda dengan Jodha, postur tubuhnya
terlihat seperti Lila... itu memang Lila..”
Jalal mencibir dalam
hati, “Oh begumku tersayang, kau
mempermainkan suamimu, Shenshah E Hindustan... hmmm... Bersiaplah untuk menerima
balasannya..” Dia menyeringai sinis sambil berpikir, “Kasihan Lila... Apa yang akan terjadi padanya sekarang!!!?”
Pandangan Jalal
menyapu ke seluruh ruangan itu mencari Jodha... Segera saja ujung matanya
melihat sekelebatan chunni yang berkibar tertiup angin kencang di balkon.
Keraguannya terjawab bahwa gadis yang duduk di atas tempat tidur itu adalah
Lila.. Jalal duduk di seberang Lila dan berkata lembut, “Kau tahu Jodha, betapa
rindunya aku berduaan denganmu seperti ini? Pastinya aku masih kecewa padamu,
tapi ketika aku melihatmu duduk sendiri dia atas ranjangmu ini, mana mungkin
aku menyia-nyiakan kesempatan sempurna ini...”
Lila membeku
mendengar kata-kata itu... Perlahan Jalal menggenggam tangan Lila, dia
menyeringai melihat tangannya yang gemetar... Dengan lihai Jalal melanjutkan
ucapannya dengan lebih keras agar Jodha juga bisa mendengarnya, “Kau tahu hal
terbaik yang terjadi dari perpisahan kita...? Berat badanmu turun dalam enam
bulan kemarin, sebelumnya kau agak gemuk, tapi sekarang kau terlihat langsing...
Aku tidak pernah mengatakannya padamu, tapi dulu lenganku sampai sakit saat aku
harus menggendongmu tapi sekarang kau terlihat lebih ringan cintaku...”
Mulut Jodha membulat
membentuk huruf O sempurna, Awwww!!! Apa??? Jodha memicingkan matanya dan,
dengan amarah yang tertahan dia menggumam, “Aku gemuk... Kakiku... Akan
kutunjukkan padamu segemuk apa diriku..”
Jalal menahan tawanya
dan melanjutkan gurauannya, “Kuberitahu sesuatu Jodha, dalam enam bulan itu aku
berpikir kenapa aku sangat menyukaimu, sikapmu bahkan seringkali keras kepala,
kekanakan, jorok, sedikit konyol, kadang-kadang bodoh, tidak sensitif, gila,
dan benar-benar tidak waras... lalu aku sadar... Kau tahu sebuah ungkapan... Cinta
itu buta... bahkan keledai terlihat cantik seperti peri... jangan salah paham
dulu, aku tidak bilang kau seperti keledai, kau memang sangat cantik tapi agak
bodoh seperti keledai...” sejenak dia berhenti... untuk mengontrol tawanya yang
hampir lepas... dia tahu Jodha pasti tersinggung...
Dia melanjutkan
setelah beberapa saat... “Aku telah memikirkan beberapa nama panggilan dalam
enam bulan itu... Aku tidak akan lagi memanggilmu Junglee Billi, tapi mulai
sekarang aku akan memanggilmu kadal... Karena kau selalu menempel padaku
seperti kadal... Aku baru menyadarinya setelah kau pergi... jadi kadal
tersayangku... Kenapa kau tidak bicara sama sekali???”
Lila ingin tertawa
keras, tapi dia berusaha keras menahan dirinya.... Jodha benar-benar
tersinggung dan marah, dia menggumam... Kadal.. benar... Aku akan membunuhmu
karena ini Jalal... Marahnya hampir meledak...
Jalal memancing lagi,
“Kadal tersayangku, aku telah lama menunggu saat ini...” dengan lembut dia
mengecup tangan Lila... secara otomatis Lila menarik tangannya dari genggaman
Jalal...
Jalal bertanya
lembut, “Jodha, katakanlah sesuatu... Aku tidak tahan lagi berpisah... sesuai
tradisi Mughal kita diperbolehkan berciuman
di bibir untuk Mooh dikhai pertama kita.”
Jodha shock
membayangkan Jalal akan mencium Lila... sementara Lila juga mulai gemetar ketakutan...
Jalal tahu Lila gemetar hebat... Dia tersenyum dan mendekati Lila lalu
berbisik, “Lila... Jodha menganggapmu seperti saudara jadi aku juga akan
menganggapmu sebagai setengah istriku... jelas aku punya hak untuk menciummu...
bukan begitu Lila..”
Secepat kilat Lila
membuka ghoongatnya.... Jalal terbahak-bahak... dia bangkit dan tanpa menoleh
pada Jalal, dia lari keluar dari kamar itu... Jalal berteriak... “Tunggu Lila...
Kita bicarakan malam pertama kita...”
Jalal berjalan ke
arah balkon dimana Jodha sedang berdiri tertutup ghoongatnya... dengan cepat
dia menarik lepas ghoongatnya, lalu menatap wajahnya dengan marah, “Sesuai
tradisi aku harus melihatmu Jodha Begum... ritualnya sudah selesai, aku
pergi...”
Sebelum dia
melangkah, Jodha menahan pergelangan tangan Jalal dan berkata menyesal, “Jalal,
tolong maafkan Jodha-mu???”
Tanpa melihat Jodha
dia menjawab dingin, “Jodha, lepaska tanganku... biarkan aku pergi..”
Ketika Jodha
menyadari sikapnya, mengabaikan airmata yang dengan mendesak keluar dari
matanya, dia berkata pelan, “Jalal, sikap acuhmu akan menghentikan hidupku... Aku
tidak tahan jika kau membenciku..” Isakannya melembutkan hati Jalal, dia
berbalik dan melihat matanya yang sembab. Mereka berdua saling menatap dengan
kedalaman dan kesungguhan cinta..
Dengan lembut Jalal
berkata, “Jodha, aku butuh waktu, aku benar-benar kecewa padamu..”
Genggaman tangan
Jodha tidaklah kuat jadi dengan mudah Jalal membebaskan tangannya dan mulai
melangkah keluar dari kamar itu... Jodha berlari dan menghalangi langkahnya,
lalu dengan yakin dia mendorong tubuhnya ke dinding dan mendekatkan tubuhnya
sendiri sambil menarik baju Jalal di bagian dadanya, dan melihat lurus ke dalam
kehangatan matanya.... Cara Jodha memandangnya membuat Jalal bergairah... dia
ingin menarik Jodha dalam dekapannya dan memeluknya erat, tapi di sisi lain dia
tidak ingin memaafkan Jodha semudah itu..
Melihat sikap kerasa
kepala Jalal, dengan senyum tersungging dia menggesekkan pipinya pada pipi
jalal dan mulai merayunya.... Jalal menutup matanya untuk mengendalikan
nafsunya... Aroma tubuhnya yang manis merasuk ke dalam pikirannya... Jodha
melingkarkan lengannya ke sekeliling lehernya, lalu dia mendekati telinganya
dan berbisik dengan penuh rayu, “Shahenshahhh... Hukumlah aku... Kau boleh
menghukumku karena kesalahanku sesuka hatimu..”
Mendengar bisikannya
yang menggoda, Jalal membuka matanya... Dia menatap mata Jodha, yang sedang
dipenuhi gairah dan nafsu... Perlahan Jodha memutar-mutar ujung jarinya di pipi
Jalal, lalu berhenti saat mencapai bibirnya, bahkan dia tidak mengalihkan
pandangannya sama sekali... Perlahan, sihirnya mulai bekerja pada Jalal... Dia
terjebak dalam tatapan penuh gairah itu... Begitu jarinya menyentuh bibirnya,
dengan cepat Jalal menarik jari itu masuk ke dalam mulutnya dan menggigitnya
lembut... Jodha mendesah, “Ahhh...” Jalal melingkarkan tangannya di sepanjang
pinggulnya dan menariknya mendekat menempel pada tubuhnya... Jalal juga tahu
Jodha sedang merayunya... dia masih bisa menahan dirinya...
Dengan lembut Jodha
mencium pipinya yang lain dan berbisik, “Jalal... bersiaplah untuk menerima
hadiahmu..” Suaranya yang sensual dan ciuman itu memunculkan gelombang gairah
dalam diri Jalal..
Mereka berdua saling
menatap dengan penuh damba... Jalal menatap bibir Jodha yang bergetar... Dia
ingin meraup bibir yang memerah itu, setiap inchinya... Kesedihannya terlupakan
untuk sementara... dan jantungnya mulai berdetak dengan kecepatan luar biasa..
Bibir Jalal mulai
bergetar karena sentuhannya.... Awalnya Jodha mencium bibir itu dengan
lembut... Jalal menikmati teksturnya yang licin dan lembab... dia pindahkan
tangannya dari pinggul ke punggungnya yang terbuka... dan menariknya lebih
mendekat dengan sekali hentakan... Jodha kembali menyesap bibir Jalal... dia
tahan bibir bawah Jalal diantara giginya dan mengulumnya diselingi gigitan
kecil... Jalal tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi... dia mulia membalas
ciuman Jodha dengan penuh nafsu... Kedua tangannya meremas rambut Jodha dan
menarik wajahnya mendekat dengan liar dan mencium bibirnya dengan sama
panasnya... Diputarnya tubuh Jodha hingga merapat ke dinding dan mengunci kedua
tangannya di samping tubuhnya... dan memperdalam ciumannya... lidahnya
menyelusup masuk ke dalam mulut Jodha untuk mencecap gairah dalam tubuhnya... Mereka
sama-sama terbuai... nafsunya meningkat seirama dengan gairahnya... dengan
penuh nafsu dia menggigit dan mengulum bibirnya... Jodha mendesis menahan sakit
tapi terlambat bagi Jalal menghentikan semuanya.... Himpitan tubuhnya yang kuat
bahkan tidak memberikan ruang bagi Jodha untuk bergerak sedikitpun... Jalal
kehabisan napas, tapi gairahnya masih baru dimulai... Dia menyusurkan tangannya
ke leher Jodha dan melepas kalungnya yang besar serta cincin hidungnya.... Dia
tengadahkan wajah Jodha dan menghujani lehernya dengan ciuman bertubi-tubi... sentuhan
Jodha telah menghancurkan kendali dirinya... dia meninggalkan jejak ciuman di
lehernya dengan gigitan liar.... Jodha mengerang menyebut namanya,
“Jalaaaalllll....” Napas Jodha makin berat.... Saat Jalal melihat Jodha menutup
kelopak matanya makin tenggelam dalam buaian gairah, dengan sekali hentakan dia
melepas anting-antingnya... dan menggigit cuping telinganya.... saat tubuhnya
makin terdesak ke dinding... Jodha menjerit kesakitan, “Ouchh.”... Mendengar
rintihannya, akal sehat Jalal kembali dan menyadari dia terlalu jauh
bertindak... dia ingat kembali kemarahannya dan kekesalannya pada Jodha... Dia
menertawakan dirinya sendiri, lalu mengecup lembut bibir Jodha dan berkata
dengan nada ketus, “Jodha begum, aku belum memaafkanmu, aku hanya mengambil
hadiahku...” Dia mendorong tubuh Jodha menjauh dan melangkah pergi....
Jodha dengan nada
memohon berujar, “Jalal... Kumohon tunggu...” Dengan cepat dia ambil sebuah manisan dan berdiri di depan
Jalal... dia julurkan tangannya untuk menyuapkan manisan itu pada Jalal...
Mereka berdua ingat kenangan saat Jalal menyakitinya dulu, tanpa kata ataupun
penolakan Jalal memakan manisan itu dari tangan Jodha, lalu Jodha mengangsurkan
kotak manisannya pada Jalal dan berkata, “Maukah kau menyuapiku Jalal??”
Jalal menjawab
pendek, “Makanlah sendiri...” Dan melangkah menuju pintu....
Jodha berteriak,
“Jalal, sampai kau menyuapi aku manisan ini aku tidak akan makan...”
Jalal berhenti dan
menoleh ke belakang dengan tatapan sengit... dia berbalik dan melangkah ke
arahnya dan tanpa diduga mengeluarkan semua amarahnya yang sudah ditahannya
dari tadi, “Jodha, aku bosan dengan semua sikap keras kepalamu... Aku tidak
peduli kau makan atau tidak.... Pergilah ke neraka... Setiap kali aku tidak
menuruti keinginanmu... Cukup ya cukup...” dia berhenti sejenak dan melanjutkan
kata-katanya dengan lebih pelan, “Tolong, jangan memanfaatkan perasaan
cintaku... Kau tahu kalau airmata dan keinginanmu adalah kelemahanku... Kau
meninggalkan hanya dengan sepucuk surat dan tanpa kata-kata, tanpa
persetujuanku... Kau berpikir tentang impianmu dan harapanmu bisa menikah
ulang... tapi kau tidak memikirkan aku sekali saja, bagaimana terlukanya
hatiku...??? Kita bertemu lagi setelah enam bulan, teganya kau meninggalkan aku
lagi hanya dengan sepucuk surat... Aku bisa mengerti semua yang kau tulis dalam
surat itu dan aku tidak mempermasalahkannya, tapi sikapmu yang pergi saat aku
masih tertidur... Kau benar-benar menyakiti perasaanku... Aku tidak akan
semudah itu memaafkanmu dan jangan ngancam tentang tidak akan makan di
depanku... Aku peringatkan, jangan uji kesabaranku, aku sedang sangat
kecewa...” Dengan mata sembab Jalal bergegas keluar dari tempat itu... Jodha
terhenyak melihat kekecewaan di wajahnya, dia baru menyadari bahwa tindakannya
selama ini salah...
Jalal tertekan
mengingat kembali kemarahan dan kekecewaan yang ditumpahkannya pada Jodha...
Dia tidak ingin menyakitinya dengan kata-kata itu tapi dia memang berharap
terlalu banyak pada Jodha daripada begumnya yang lain... Sikapnya selalu
berbeda pada Jodha... Dia satu-satunya yang selalu menjadi penenang dalam
kemarahannya... Airmatanya dan suara yang merdu melembutkan perasaan Jalal....
* * * * * * *
* * * * *