Written by
Bhavini Shah
Recap:
Jodha memeluknya dan berkata,
“Shenshah, setelah hari pernikahan kita, kita mengalam berbagai macam masalah
dalam hidup kita... Mungkin itu karena aku menikah denganmu dengan terpaksa,
dengan berat hati dan aku mengutuk
takdirku.. Aku mengutuk orang tuaku... Aku mengutuk Krishna... aku mengabaikan
semua ritual...dan Tuhan, dan itulah kenapa kita menghadapi begitu banyak
masalah.”
Jalal menjawab sedih, “Jodha begum,
jangan berpikir seperti itu. Semuanya akan baik-baik saja dan tidak ada hal
buruk yang akan terjadi dalam hidup kita mulai sekarang.”
Abdul mengetuk pintu... “Shenshah..”
Jodha dan Jalal keduanya menghapus air
mata mereka dan Jalal tersenyum, “Junglee Billi...Hadiahku harus ditunda...”
dan dia berjalan untuk membuka pintu...
Chapter
35 Part 1
Keesokan paginya...
Wajahnya tersenyum dengan sangat
bahagia. Setelah berbulan-bulan, Raja dari para Raja, Yang Mulia Jalaluddin
Mohammad AKBAR bersinar layaknya Raja yang Agung. Wajahnya berkilau karena
kepuasan, kedamaian dan ketenangan. Seakan seumur-umur baru kali ini JALAL bisa
tidur dengan nyenyak. Dia terlelap seperti anak kecil yang kelelahan. Saat itu
sudah jam delapan pagi, tapi dia belum beranjak sejengkal pun dari nyamannya
pembaringan.
Abdul terburu-buru melangkah masuk ke
dalam pondok dan berdiri heran melihat Jalal masih terlelap. Jarang sekali
Jalal tidur tiga hingga lima jam sehari tapi hari ini dia masih terlelap bahkan
setelah tidur hampir dua belas jam lamanya. Usai makan malam, Jalal dan Abdul
mengobrol dan Jalal tidak menyadari kapan tepatnya dia jatuh tertidur. Abdul
dengan suara pelan memanggilnya “Shahenshah... Tolong bangunlah..” Selalu
siaga, alam bawah sadarnya membangunkan Jalal dalam sekejap. Jalal menatapnya
penuh tanda tanya dan melihat gurat kecemasan di dahi sahabatnya. Segera saja
dia bangkit dari tempat tidurnya yang tidak nyaman dan juga yang paling nyaman
dan meletakkan tangannya di lengan Abdul, dia bertanya “Abdul... Apa yang
terjadi??? Kenapa kau terlihat cemas sekali???? Semuanya baik-baik saja???”
Abdul bingung harus menjelaskan
bagaimana pada temannya. Mengumpulkan semua keberaniannya dengan takut-takut
dia berkata, “Shahenshah, Jodha begum dan Nandu tidak ada di pondoknya... Pondok
itu kosong... Aku telah mencari ke semua tempat... Mereka tidak terlihat
dimanapun.... Bahkan, aku juga tidak menemukan prajurit kita... Aku tidak tahu
apa yang terjadi... Aku khawatir seseorang telah menculik mereka????”
Jalal terhenyak. Namun belum sempat
dia berkata apa-apa, Acharya melangkah masuk ke dalam pondok dan dengan penuh
hormat dia memberi salam pranam pada Jalal dan berkata, “Shahenshah, tidak perlu
mencemaskan Hira dan Nandu...” Dia berhenti untuk meralat ucapannya, “Maksudku
Jodha begum dan Nand Kishore... Ini ada surat, Jodha begum yang menitipkannya
padaku untukmu... Dia pergi pagi-pagi sekali menuju Amer dengan semua
prajuritmu demi keamanannya... Dan dia juga mengirimkan satu prajurit ke Agra
untuk memanggil beberapa prajurit untuk mengawalmu... Mereka akan sampai pada
siang hari..”
Jalal dan Abdul saling berpandangan
bingung. Acharya meninggalkan surat itu pada Jalal dan pergi. Jalal memberikan
surat itu pada Abdul. Abdul bisa melihat kekecewaan dan sedikit kegusaran pada
wajah Jalal...
Abdul mulai membaca suratnya—
Kekasihku yang sedang ngambek, Jalal...
(Abdul menahan tawanya dan menoleh
pada Jalal)
“Sekarang kau pasti sudah tahu kalau aku pergi ke Amer... Jadi
berhentilah marah-marah... Aku tahu sekarang wajahmu pasti memerah karena marah
dan telingamu mengeluarkan asap seperti kebakaran... Dan juga jauhkan tanganmu
dari pedangmu karena kau tidak bisa menggunakannya untuk menyerang Jodha mu
yang manis dan tak bersalah... Selain itu kau juga tahu tidak ada yang bisa
mengalahkanmu selain aku dalam pertarungan pedang, jadi tidak ada gunanya kau
mengangkat pedangmu...”
Abdul berhenti sejenak dan menoleh
pada Jalal dengan tatapan dan seringai jahil di wajahnya. Jalal cemberut
melihat cengiran di wajah Abdul.
Abdul mulai membaca lagi – dengan kata
perintah Jodha menulis di suratnya,
“Abdul, tolong berikan segelas air dingin untuk diminumnya,
setelah itu baru kau membaca lagi..”
Secara ototmatis Abdul mengambil
segelas air dingin, membuat Jalal terkejut dan dia menuntut penjelasan, “Ada
apa Abdul??? Kenapa kau berhenti membaca??”
Abdul mengangsurkan segelas air itu
padanya dan berkata, “Jodha begum menuliskan dalam suratnya bahwa aku harus
memberimu segelas air dingin sebelum aku melanjutkan membaca.”
Jalal mengambil gelas itu dan menunggu
Abdul melanjutkan bacaannya. Abdul bisa merasakan, Jalal benar-benar tidak
sabar kali ini. Sebelum Abdul sempat berpikir, Jalal membentak keras, “Baca
Abdul..”
Teriakannya yang tiba-tiba mengejutkan
Abdul, dia gugup karena bentakan itu tapi lalu dia melanjutkan dengan sedikit
berat hati, “Shahenshah, bisakah kau minum air itu dulu?? Jodha begum
menuliskannya, aku boleh meneruskan membaca setelah kau minum air itu...”
“Shahenshah... Aku tahu kau sangat marah padaku sekarang, tapi
aku mohon padamu dengan sangat untuk tenang dan mengendalikan emosimu ,
dengarkan penjelasanku dan pahamilah dari sudut pandangku...
Shahenshah...saat kau memaksaku menikahimu, aku marah pada
Kanah-ku dan Devi Mayya... aku mengutuk semua orang termasuk orang tuaku... aku
sama sekali tidak bahagia dengan pernikahanku sendiri..
Sebelum hari pernikahan kita, ribuan kali aku mengharapkan
kematianmu... Sejak kecil, aku punya banyak impian tentang sebuah pernikahan,
tapi saat aku menikah denganmu, semuanya terjadi tanpa persetujuanku... Ketika
aku mengitari api suci bersamamu, di depan api suci itu aku sangat
membencimu... Dan mungkin juga saat itu niatmu hanya untuk membalas dendam...
Ketika kau mengikatkan kalung suci di leherku, saat itu aku ingin mati ribuan
kali... Ketika kau mengisi maang dengan sindoor, saat itu aku tidak mendoakan
umur panjangmu... Aku bahkan tidak menuliskan namamu di tanganku dengan
henna... Ketika tiba saatnya untuk bidaai (perpisahan) dari Amer, karena
kemarahanku aku bahkan tidak menangis saat memeluk Ibu dan keluargaku untuk
merasakan kasih sayang dan cinta mereka untuk terakhir kalinya... Karena aku
marah pada semua orang... Aku selalu merasa ada sesuatu yang kurang dan hilang
dalam pernikahan kita... Aku selalu merasa aku tidak menganggap janji suci
pernikahan kita dengan sungguh-sungguh.....
Sekarang aku percaya setiap ritual memiliki arti dan itulah yang
menyebabkan segala masalah dalam hidup kita... Sejak awal pernikahan kita
masalah selalu muncul dalam setiap langkah kita... Langkah pertama kita dalam
hidup berumah tangga diawali dengan saling membenci... Perlahan, ketika aku
mulai menyukaimu dan berpikir kau adalah milikku... Kau menuduhku tidak setia
dan mengirimku pulang ke Amer.... Lalu ketika kita sudah bisa mengatasinya kau
memintaku memilih antara Amer atau dirimu.... Aku berada dalam dilema hingga
membuatku ingin bunuh diri.... Tapi cintamu menarikku kembali dari kematian...
Saat kita mulai menyadari tak bisa hidup tanpa satu sama lain, kita akhirnya
menyatu, namun kesalahpahaman lain terjadi dan membuatku berakhir dengan
menantimu sepanjang malam... Setelah semua masalah saat kita menyatu, egomu
memisahkan kita sekali lagi.... Lalu hati kita berdua hancur... Setelah itu
kita bersatu lagi, lalu muncul masalah dengan Rukaiya Begum... Adham... Badi
Ammi... semua orang berusaha memisahkan kita lagi.... Dan sekarang, bertemu
lagi denganmu setelah terpisah selama enam bulan, aku ingin menikahimu lagi
dengan sepenuh hati dan menjalani semua ritual dengan benar.... Aku ingin
bersyukur pada kedua Tuhan kita... Aku ingin mewujudkan impian masa kecilku
lagi... Aku ingin menikah denganmu di hadapan Ammi Jaan dan mendapat
restunya... Aku ingin pernikahan kita dihadiri oleh semua keluargamu, kerabatmu
dan teman-temanmu... Mataku menatap pintu dengan tak sabar menanti
kedatanganmu... Kumohon cepatlah datang sebelum habis kesabaranku... Aku tidak
bisa menahan perpisahan ini lebih lama lagi...
Dan ya, hal terakhir yang harus kukatakan adalah... Aku tahu
dengan baik, tak peduli betapa kau berusaha, kau tidak akan bisa lama-lama
marah pada Jodha....
Milikmu dan hanya milikmu...Junglee Billi...”
Jalal mulai tenang setelah dia
memahami masalah itu dari sudut pandangnya, tapi tetap saja hatinya ingin
bersamanya. Dia tersinggung dan marah karena Jodha meninggalkannya tanpa
berbicara dulu dengannya. Setelah perpisahan mereka yang lama, dia tidak rela
Jodha lepas dari pandangannya satu detikpun. Dia tidak suka karena sekarang dia
harus menunggu beberapa minggu lagi untuk bisa bertemu dengannya. Dia frustasi,
bagaimana bisa Jodha bepikir untuk menjauh lagi, bahkan untuk sedetik, darinya
setelah berpisah lama.
Tanpa menunggu lagi, Jalal kembali ke
Agra. Dia merasa bahagia dan gusar pada saat bersamaan. Jalal merencanakan
semua di otaknya dalam perjalanannya kembali ke Agra.
Dia ingin sampai di Agra secepat
mungkin dan memutuskan untuk menyampaikan kabar bahagia ini pada setiap orang
yang dikenalnya. Dia ingin melihat wajah bahagia mereka. Dia masuk ke ruangan
Hamida dengan suka cita. Melihat Jalal, Hamida bangun dari tempat tidurnya dan
menyambutnya dengan senyum mengembang. Awalnya Jalal terpana melihat rona
bahagia yang memancar dari mata Ibunya yang telah lama redup sejak Jodha
meninggalkan istana. Tapi dia lebih tidak sabar lagi membagi kebahagiaannya
dengan Ibunya tercinta, satu-satunya orang yang mengerti semua rasa sakit dan
luka hati yang dirasakannya selama enam bulan terakhir karena perpisahannya
dengan istri tercintanya.
Namun belum sempat Jalal mengutarakan
maksud kedatangannya, dia sudah mendahuluinya, “Selamat Jalal, akhirnya, kau
berhasil menemukan Jodhamu...”
Jalal menatapnya dengan bingung dan takjub. Darimana Ammi Jaan tahu padahal
dia belum memberitahunya. Dia masih menatapnya. Hamida tersenyum tipis dan
berkata, “Kau tidak perlu memikirkannya terlalu dalam Jalal... Itu semua mudah
ditebak... Sinar wajahmu adalah bukti yang menunjukkan bahwa kau akhirnya bisa
menemukan kekasihmu dan putri kesayanganku Jodha setelah waktu yang lama.”
Jalal bergegas mendekat ke arah Hamida
dan memeluknya hangat. Airmata haru tampak di wajah mereka . Dengan penuh
bahagia dia berkata, “Ammi Jaan, tidak bisa kukatakan betapa bahagianya
diriku... Rasanya jantungku tiba-tiba mulai berdetak lagi... Mataku mulai bisa
melihat aneka warna lagi... Aku berhasrat untuk hidup lagi... Hidup bersama
dengan Jodha-ku... Aku merasa hidup sekali lagi..”
Dengan menarik napas lega dan
kegembiraan yang sama, Hamida berujar, “Jalal... putraku, kau telah memberiku
kebahagiaan terbesar... Yaah Allah, lindungi putraku dan kebahagiaannya dari
semua hal yang jahat... Akhirnya setelah sekian lama, kehidupan baru melangkah
ke dalam rumah kita... Umumkan perayaan yang paling meriah yang pernah
diselenggarakan oleh istana ini... Hiasi setiap dan semua dinding istana
seperti pengantin baru... Lepaskan semua tahanan dari penjara... Sumbangkan
harta, makanan dan pakaian untuk rakyat miskin... Aku sendiri yang akan
menyambut putriku di istana...”
Dia terdiam dan bertanya dengan nada
tidak sabar diantara airmata yang bergulir di wajahnya... “Jalal.... dimana
Jodhaku??? Aku ingin segera melihatnya... Mataku ini telah lama menanti saat
ini..”
Mendadak wajah Jalal memucat, dia
menjawab dengan ketus, “Menantu kesayanganmu kembali ke Amer.” Lalu dia
ceritakan semua yang ditulis Jodha di suratnya.
Hamida mengerti kegusaran Jalal. Dia
tersenyum kecil sambil membelai lembut wajah Jalal, lalu berkata, “Wow Jalal...
ini hal yang bagus... Dan sejujurnya, aku juga memikirkan hal yang sama... Sejak
kalian berdua menikah, belum pernah kalian merasakan kedamaian... Selalu saja
kesusahan menghalangi jalan kalian... dan aku juga menyesal karena tidak
menghadiri pesta pernikahanmu dengan Jodha.... Jadi sekarang Jodha mewujudkan
harapanku juga...”
Jalal menatap Hamida dengan perasaan
lega dan puas. Dia merasa tenang setelah mendengar bahwa impian Hamida juga
akan terwujud. Kemarahannya mencair sejak saat itu.
Usai pertemuannya dengan Hamida, Jalal
melangkah cepat menuju ruangan Jodha dan secara pribadi menyampaikan berita itu
pada Reva. Selama enam bulan itu Jalal memperhatikan Reva juga dalam kondisi
yang sama seperti dirinya. Ketika Reva mendengar bahwa Shahenshah akhirnya
menemukan Jodha... Mulanya dia shock... Suaranya tercekat di tenggorokannya..
Dia tak bisa berkata-kata. Dia tercekat karena kebahagiaan yang tiada tara,
lalu air mata mulai membanjiri wajahnya. Dia menangkupkan tangan sebagai
ungkapan syukurnya... Pertama kali Jalal menyadari kekhawatirannya... Pelan-pelan
Jalal meletakkan tangannya di kepala Reva dan berkata, “Reva mulailah berkemas,
kita harus segera pergi untuk membawa kembali pengantinku sekaligus sahabatmu
kembali ke istana...”
Lalu Jalal berjalan menuju kuil Kanha
dan menatap ke arah diya selama beberapa menit seakan dia sedang berkomunikasi
dengan Tuhan... Perlahan airmata bergulir dari matanya... Dia menangkupkan
tangannya dan membungkuk hormat untuk bersyukur pada Dewa Krishna. Hatinya yang
terluka merasakan kebahagiaan kembali... Setelah bertahun-tahun akhirnya
perasaannya merasa tenang dan damai.
Dalam waktu yang singkat seluruh
istana bergema dengan suka cita, tawa dan gembira. Semua pelayan, prajurit,
pejabat dan bahkan para Begum sibuk menyebarkan berita bahagia ini pada semua
orang. Mendadak istana yang sunyi, sepi dan suram terisi kembali dengan irama
kegembiraan. Setelah bersyukur pada Tuhan, Jalal bergegas menuju ruangan Salima
Begum, tapi sebelum Jalal menyampaikan berita itu, mata Salima sudah dipenuhi
dengan airmata haru dan bahagia. Kebahagiaan terlihat jelas di wajahnya... Jalal
mendekat dan mengecup keningnya. Dengan bahagia Salima mengucapkan selamat pada
Jalal.
Mirza... Maan Singh... Bhaksi Bano... Atgah
Sahib.. Raja Todarmal, setiap orang bahagia dengan kabar tersebut. Rahim
melompat dan memeluk Jalal mendegar Choti Ammi-nya akan segera kembali
bersamanya. Wajah Jalal bersinar bak bintang. Perasaannya terungkap dari sinar
matanya... langkahnya... kata-katanya... dan suaranya yang keras. Dia peluk
setiap orang yang berpapasan dengannya untuk mengungkapkan kebahagiaannya. Di
atas Istana, genderang ditabuh dengan riang dan kencang hari ini. Dalam waktu
satu jam, ribuan orang berkumpul di luar istana. Jalal dengan suara kerasnya
mengumumkan berita bahagia itu pada rakyatnya. Suaranya penuh dengan emosi suka
cita dan matanya lembab karena air mata. Rakyat memperhatikan wajah Raja mereka
yang bersinar dan bersyukur pada Allah dan Ishwar atas karunianya. Semua rakyat
Agra bahagia.
Jalal mengadakan rapat darurat di
Diwan E-Khaas dan mengumumkan dengan bangga bahwa dia sudah menemukan Malika
E-Hindustan Jodha Begum dan mereka akan menikah ulang di Amer lengkap dengan
semua adat dan ritualnya. Lalu dia juga mengundang semua orang menghadiri pesta
pernikahannya.
Semua orang di istana gembira kecuali
dua orang, Maham dan Rukaiya. Mereka terbakar amarah balas dendam. Mereka tetap
berdiam di pondok mereka dengan pintu tertutup.
Hindu Pandit mengambil Panchang untuk
menentukan hari baik untuk meninggalkan istana. Kali ini Jalal juga ingin
mematuhi setiap ritual dengan benar. Jalal memutuskan segera pergi tanpa
menunggu undangan resmi dari Raja Bharmal, namun dia mengirimkan surat pada
Raja Bharmal mengabarkan bahwa mereka sedang dalam perjalanan menuju Amer untuk
pernikahan. Pandit menentukan esok pagi-pagi sekali adalah waktu terbaik untuk
pergi.
Di Amer, tidak berbeda dengan apa yang
dirasakan di istana Agra. Istana Amer juga diliputi dengan kebahagiaan dan
keharuan. Raja Bharmal dan Mainavati, mereka berdua memeluk Jodha sambil
menangis bahagia. Mereka berdua memarahi Jodha karena tidak pulang ke Amer saat
dia kesulitan, malah lebih memilih bersembunyi di hutan.
Jodha meminta maaf dan memberikan
pengertian dari sudut pandang dirinya. Dadisa adalah orang yang paling bahagia
melihat Jodha ceria dan penuh kebahagiaan. Semua merasa lega melihat Jodha
selamat, sehat dan bahagia.
Jodha menceritakan pada keluarganya
bagaimana Jalal bisa menemukannya dan menceritakan bahwa kepergiannya ke Amer
tanpa pemebritahuan pada Jalal dan hanya meninggalkan sepucuk surat. Dia juga
menyampaikan keinginannya pada semua orang untuk pernikahan ulang antara
dirinya dan Jalal dan menjelaskan alasan kenapa dia ingin memulai kehidupannya
sekali lagi.
Mendengar cerita Jodha yang
menggebu-gebu, Mainavati memarahinya, “Jodha, bagaimana bisa kau meninggalkan
suamimu seperti itu dan membuat keputusan sendiri??? Bagaimana jika Shahenshah
kecewa padamu...”
“Ohhh Masa... Kau tidak berubah sama
sekali.... Kenapa kau selalu cemas sepanjang waktu???? Aku yakin Shahenshah
tidak akan kecewa padaku...” Jodha menjawab dengan enteng.
Semua orang penasaran mendengar
penjelasannya. Semua saudara laki-lakinya bersemangat soal itu. Segera saja
mereka merancang acara pernikahannya. Sukanya dan Shivani melompat gembira
bertemu lagi dengan Jodha. Raja Bharmal mengumumkan dengan bangga pernikahan
ulang antara Jalal dan Jodha.
Persiapan upacara pernikahan yang
megah telah mulai di Amer. Setelah setahun hubungan Raja Bharmal dengan semua
wilayah Rajvanshi mulai membaik. Pada hari itu juga undangan pernikahan
disebar. Perjalanan dari Agra ke Amer membutuhkan waktu 5-6 hari. Jadi, mereka
punya cukup waktu untuk merencanakan dan mempersiapkan semuanya sesuai
keinginan mereka.
Jalal sedang duduk di ayunan sambil
memandang bulan, dia bicara pada dirinya sendiri, “Jodha, aku tidak bisa lagi
jauh darimu.... Mataku tidak sabar melihat senyum indahmu lagi dan telingaku
tidak sabar mendengar tawa renyahmu, tak diragukan kau telah mempesonaku dengan
mantramu, tapi kali ini aku tidak akan mudah memaafkanmu... Caramu membuatku
mendambakanmu, aku akan membuatmu lebih mendambakan aku hingga kau memohon
untuk bicara padaku... Kau akan dihukum karena menguji cintaku...”
Beberapa detik kemudian, Jalal
tersenyum mesra sambil berpikir... “Tapi mana mungkin aku bisa berlama-lama
marah padamu... Mana mungkin aku bisa tahan tidak bicara dan mengacuhkanmu....
Kurasa aku tidak akan berhasil mengacuhkanmu dalam waktu lama. Junglee Billi...
Aku tidak akan melepaskanmu kali ini..”
Jodha juga memandang bulan dan bicara
pada dirinya sendiri pada waktu yang sama, “Aku mengenalmu dengan baik
Shahenshah, apa yang kau rencanakan dan kau pikirkan dalam otakmu yang penuh
perhitungan itu. Kita lihat berapa lama kau akan tahan dari mantra cintaku...”
Jodha tersipu berat saat membayangkan hal itu.
* * * * * * *
* * * * *